Dua negara terbesar Asia Tenggara, Filipina dan Indonesia, bekerjasama untuk menghentikan perembesan lewat laut oleh simpatisan ISIS yang membantu kelompok-kelompok pemberontak dalam pertempuran melawan pemerintah Filipina.
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi bertemu dengan Presiden Rodrigo Duterte di kota Davao, Filipina selatan, untuk pembicaraan mengenai penghentian ancaman itu. Duterte dan menteri luar negeri Indonesia itu sepakat untuk meningkatkan kerjasama dalam keamanan maritim dan pemberantasan teroris, kata situs internet kantor presiden di Manila.
Indonesia yang mayoritas Muslim diketahui mempunyai agen-agen rahasia simpatisan ISIS, sponsor teroris yang berbasis di Irak dan Suriah. Tahun 2016 ISIS memilih seorang pemberontak Filipina, yang tewas terbunuh baru-baru ini, sebagai pemimpin di Asia Tenggara, kata Kelompok Intelijen "SITE" yang berbasis di Amerika.
Sebagian simpatisan ISIS dari Indonesia turut bertempur membantu pemberontak Filipina dalam perang lima-bulan di Filipina selatan tahun lalu.
“Presiden Duterte mengatakan ia ingin meningkatkan keamanan maritim dengan kerjasama Indonesia karena teroris asing dan setempat terus keluar-masuk Filipina walaupun militer telah berusaha mengejar mereka,” kata situs kantor presiden Filipina itu.
Membantu Perang Tahun 2017
Para pejabat Filipina mencurigai warga Indonesia dan Malaysia datang ke pulau Mindanao, Filipina selatan, tahun lalu untuk membantu pemberontak setempat yang terinspirasi ISIS. Pertempuran itu menewaskan paling sedikit 1.127 orang, termasuk lebih dari 900 orang militan .
Bulan Oktober lalu, tentara Filipina menyatakan kemenangan atas pemberontak muslim Kelompok Maute, yang telah menyatakan kesetiaan kepada ISIS.
Paling sedikit 38 orang warga Indonesia membantu pemberontak Filipina bulan Juni, sebulan setelah pertempuran pecah di kota Marawi, kata jurubicara kepolisian kepada media berita di Jakarta waktu itu.
Sebagian dari 40 hingga 50 pemberontak asing di Marawi datang dari Indonesia, “menanggapi langsung seruan ISIS,” kata Bibhu Routray, profesor kontra-teroris di Universitas Murdoch, Australia.
Tiga puluh orang Indonesia datang ke sana dari Suriah, yang tampaknya dikirim oleh ISIS, kata Routray.
“Banyak orang Indonesia pergi ke Suriah dan dalam perjalanan pulang ke negara asal, mereka berhenti di Filipina, jadi ini adalah satu bukti langsung bahwa ISIS kemungkinan mengirim mereka pulang untuk bertempur di Marawi,” katanya.
Ancaman Lintas Perbatasan Terus Ada
Pemerintah Indonesia mengatakan bulan November akan membantu Filipina menghentikan unsur radikal di Marawi. Bulan Juni pemerintah Indonesia mengerahkan 119 polisi dan 200 pasukan khusus ke Sulawesi membantu tentara menumpas teroris.
Para pejabat Filipina telah memperingatkan akan terjadinya lagi kekerasan pemberontak Muslim yang baru di Mindanao biarpun Marawi sudah dikuasai pemerintah.
“Saya kira logis Indonesia harus selalu waspada, karena mereka mengetahui fakta bahwa ada agen-agen rahasia di seluruh Indonesia sedang menunggu kesempatan untuk datang,” kata Eduardo Araral, professor di fakultas kebijakan pemerintah, Universitas Nasional Singapura.
Kira-kira 20 kelompok pemberontak Muslim beroperasi di Mindanao yang kaya sumber-daya tetapi miskin. Mindanao adalah pulau utama Filipina di ujung tenggara dimana Marawi terletak.
Mereka yakin negara mayoritas Katolik itu telah mengambil terlalu banyak sumberdaya walaupun kaum Muslim sudah tinggal disana selama lima abad. Kekerasan pemberontak telah menewaskan kira-kira 120 ribu orang di Mindanao sejak tahun 1960-an.
Indonesia sebagai Sumber Pemberontak
“Agen-agen rahasia” ISIS itu beroperasi di sebagian besar provinsi Indonesia, kata laporan harian Strait Times Singapura, yang merujuk pada kelompok-kelompok yang dapat dipanggil untuk melakukan kekerasan kalau dibutuhkan. Kelompok Islamis radikal, Mujaheedin Indonesia Timur, yang merekrut pemuda di hutan-hutan Sulawesi, telah menjanjikan dukungan pada ISIS.
“Walaupun perang fisik sudah berakhir di Marawi, kedua negara tetap waspada karena mengetahui masih banyak risiko dan ancaman yang belum dilenyapkan,” kata Araral.
“Kemampuan ISIS dan cabang mereka di Asia Tenggara masih ada,” katanya. “ Uang masih mengalir. Ideologi masih ada. Mereka memang sudah kehilangan pemimpin, tetapi saya merasa pasti pemimpin baru akan muncul.”
Perbatasan Laut yang Rentan
Kantor presiden Filipina tidak menjelaskan bagaimana Duterte dan menteri Indonesia itu berencana mengawasi migrasi oleh orang-orang yang dicurigai teroris.
Para analis menunjuk pada kekurangan kronis patroli di Laut Sulawesi, yang seluas 285 ribu kilometer per-segi dan berbatasan dengan Mindanao di utara, Kalimantan di barat dan Sulawesi di selatan.
Sepuluh tahun lalu laut itu sudah menjadi “kawasan hitam yang serius,” kata organisasi penelitian keamanan Yayasan Jamestown dalam satu penelitian.
“Puluhan tahun pemerintahan yang buruk, keterpurukan ekonomi dan politik, kurangnya kemampuan pemerintah, dan konflik separatis telah mengubah daerah ini menjadi tempat yang liar dan karena itu menjadi sarang penjahat internasional, termasuk teroris,” katanya. Angkatan bersenjata Filipina menjalankan angkatan laut yang sangat kekurangan dana pada waktu itu, tulisnya menambahkan.
Tetapi Indonesia dan Filipina pada umumnya mempunyai hubungan yang kuat ditambah dengan sejarah yang baik dalam mencapai persetujuan.
Mereka menanda-tangani persetujuan tahun 2014 setelah pembicaraan 20 tahun mengenai perbatasan resmi sekeliling zona ekonomi eksklusif mereka di Laut Sulawesi, persetujuan untuk meningkatkan kerjasama sumber-daya.
“Banyak lalu-lintas lintas-perbatasan disana, dan ini telah menimbulkan beberapa masalah, tetapi karena timbul beberapa masalah telah , daerah ini juga telah menjadi fokus beberapa persetujuan yang memberi harapan untuk menetapkan garis perbatasan maritim,” kata Jonathan Spangler, direktur Pusat Pengkajian Laut China Selatan di Taipei
Tidak ada komentar:
Posting Komentar